Suku yang dikenal sebagai suku yang sangat mempertahankan sebuah harga diri akan kebudayaannya. Ini dapat terbukti sekecil apapun masalah dan siapapun pelakunya maka akan ditindak sangat tegas sekali. Meskipun pelakunya adalah dari keluarga sendiri atau kerabat sendiri.
Suku bugis mempunyai sebuah kebudayaan yang unik yang akan tetap eksis di masa kini. Pasalnya suku yang satu ini mempunya beragam budaya yang tidak kalah menariknya dengan suku lainnya yang berada di Sulawesi Selatan.
Meskipun jaman sekarang masih modern, kebudayaan suku bugis ini tetap saja menjadi sebuah sorotan yang menarik untuk ditelisik lebih jauh tentang keunikan-keunikannya. Adapun keragaman kebudayaan yang telah dimiliki oleh suku ini diantaranya adalah sebagai berikut:
Table of Contents
Sejarah Suku Bugis
Orang bugis sendiri mempunyai berbagai ciri yang sangat menarik. Mereka merupakan contoh yang jarang terdapat di wilayah Indonesia ini. Mereka mampu untuk mendirikan kerajaan-kerajaan yang sama sekali tidak mengandung pengaruh dari India, dan mereka telah mendirikan kota sebagai pusat aktivitasnya.
Orang bugis sendiri juga mempunyai kesastraan baik itu secara lisan maupun secara tulisan. Berbagai sastra tulis telah berkembang seiring dengan tradisi sastra lisan, sehingga sekarang masih tetap dapat dibaca dan disalin ulang.
Perpaduan dari dua tradisi sastra tersebut kemudian menghasilkan salah satu Epos Sastra terbesar yaitu La Galigo yang dimana naskahnya lebih panjang dari Epos Mahabarata.
Pada abad ke 17 Masehi, setelah menganut agama islam orang bugis sendiri bersama orang aceh dan orang minang kabau dari sumatra, orang melayu di sumatra, dayak di kalimantan, madura di jawa timur, orang sunda di jawa barat, dicap sebagai salah satu orang nusantara yang paling kuat identitas agama islamnya.
Bagi orang bugis sendiri untuk menjadikan islam sebagai Integral dan Esensial dari adat istiadat budaya mereka masing-masing. Meskipun demikian pada saat yang sama pula berbagi kepercayaan peninggalan pra-islam tetap akan mereka pertahankan sampai abad ke 20, salah satu peninggalan dari jaman pra islam itulah yang mungkin paling menarik yaitu Tradisi Para Bissu.
Bagi suku-suku lain yang ada disekitar orang bugis terkenal dengan orang yang mempunyai karakter keras dan sangat menjunjung tinggi sebuah kehormatannya. Apabila perlu demi suatu kehormatan mereka untuk orang bugis bersedia melalukan sebuah tindakan kekerasan walaupun nyawa adalah taruhannya.
Namun demikian dibalik sifat keras yang dimiliki oleh orang bugis mereka juga dikenal sebagai orang yang ramah dan sangat menghargai orang lain serta sangat tinggi sekali rasa kesetiakawannya.
Orang eropa yang datang pertama kali di tanah bugis yaitu orang Portugis. Para pedagang eropa tersebut mula-mula mendarat di sebuah pesisir pantai barat sulawesi selatan pada tahun 1530. Akan tetapi pedagang dari portugis yang pada saat itu berpangkalan dimalaja baru menjalin hubungan kerjasama dalam bidang perdagangan secara teratur pada tahun 1559.
Asal Usul Suku Bugis
Asal usul orang bugis hingga saat ini masih tidak jelas dan tidak pernah pasti berbeda dengan wilayah di Indonesia. Bagian barat sulawesi selatan tidak mempunyai monument hindu dan budha atau sebuah prasasti itu baik dari sebuah batu maupun dari logam.
Ini yang memungkinkan untuk dibuatnya sebuah kerangka acuan yang cukup memadai untuk dapat menelusuri sejarah orang bugis sejak abad sebelum masehi sampai saat ini ketika sumber-sumber tertulis barat cukup banyak tersedia. Sumber tertulis setempat yang telah diandalkan hanyakan berisi sebuah informasi dari adab ke 15 dan setelahnya.
Kronis Bugis
Hampir seluruh kerajaan di bugis dan seluruh daerah bawahannya sampai ketika paling bawah mempunyai kronik tersendiri. Mulai dari sebuah kerajaan yang paling besar dan berkuasa sampai dengan sebuah kerajaan paling terkecil akan tetap hanya sedikit dari sebuah kronik yang memandang dari seluruh wilayah di sekitarnya sebagai suatu kesatuan.
Naskah tersebut dibuat baik oleh orang makassar maupun orang bugis yang disebut dengan lontara oleh orang bugis sendiri berisi tentang catatan rincian tentang silsilah keluarga bangsawan, wilayah kerajaan, catatan harian, dan lain sebagainya.
Suku Bugis sendiri tergolong ke dalam suku Melayu Deutero. Masuk ke Indonesia setelah adanya gelombang migrasi pertama dari sebuah daratan Asia tepatnya di daerah Yunan. Kata “Bugis” berasal dari sebuah jata To Ugi, yang artinya yaitu orang bugis.
Untuk penamaan “ugi” telah merujuk pada seorang raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo pada saat ini yakni La Sattumpugi. Ketika seorang rakyat dari La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka akan merujuk pada raja mereka sendiri.
Mereka sendiri menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi ialah ayah dari We Cudai dan mereka bersaudara dengan Batara Lattu, ayah dari Sawerigading.
Keadaan Geografis dan Demografis
Untuk orang bugis sendiri pada zaman dahulu telah menganggap bahwa nenek moyang mereka adalah orang pribumi yang telah didatangi oleh titisan langsung dari dunia atas yang turun temurun atau dari dunia yang naik untuk dapat membawakan norma dan aturan sosial ke dalam bumi.
Pada umumnya orang bugis sangat yakin bahwa akan ada hal to manurung, tidak akan terjadi banyak perbedaan pendapat tentang sejarah ini. Sehingga setiap orang itu adalah etnis bugis, tentu mereka mengetahui asal-usul keberadaan suatu komunitasnya.
Ibu kota dari suku bugis ini berada di Makassar, pada jaman dahulu disebut dengan Ujungpandang. Sampai dengan bulan juni 2006, jumlah penduduk di daerah Sulawesi Selatan sebanyak kurang lebih 7.520.204 jiwa, dengan jumlah laki-laki 3.602.000 dan untuk perempuannya 63.918.204 jiwa.
Pulau Sulawesi mempunyai relief berupa jazirah-jazirah yang panjang serta pipih yang telah di tandai dengan fakta bahwa tidak ada lagi titik daratan yang jauhnya melebihi 90km dari batas pantai. Kondisi yang demikian menjadikan pulai sulawesi mempunyai garis pantai yang panjang serta datarannya bergunung-gunung.
Provinsi Sulawesi selatan sendiri terletak di 0`12’-8` lintang selatan dan 116`48’-122`36’ Bujur timur. Untuk luas wilayahnya sendiri yaitu 62.482,54km2. Provinsi ini mempunyai batas dengan Sulawesi tengah dan Sulawesi barat di utara, teluk bone dan Sulawesi tenggara di timur, selat Makassar di barat, dan laut flores di selatan.
Peninggalan sebuah peradaban pada masa tersebut ditemukan di gua-gua bukit kapur di daerah maros kurang lebih 30km dari Makassar, ibukota provinsi Sulawesi selatan.
Pada saat masa keemasan perdagangan rempah-rempah pada abad ke 15 sampai dengan abad 19, Kerajaan Bone dan Makassar yang telah perkasa dan berperan sebagai pintu gerbang ke pusat penghasil rempah kepulauan Maluku.
Sejarah tersebut telah memantapkan opini bahwa daerah Sulawesi selatan mempunyai peran yang sangat strategis bagi perkembangan sebuah kawasan timur Indonesia. Penduduk dari Sulawesi selatantelah terdiri dari empat yakni Toraja, Makassar, Bugis, dan Mandar.
Suku toraja terkenal karena mempunyai keunikan yang telah tampak pada sebuah upacara kematian, rumah tradisional yang beratap melengkung serta ditambah dengan ukiran cantik dengan warna yang natural.
Sedangkan untuk suku Bugis, Makassar dan mandar terkenal dengan yang namanya patriotik. Dengan sebuah prahu tradisioanalnya, pinisi mereka telah merajalela sampai ke utara Australia, beberapa pulau yang ada di samudra pasifik dan pantai Afrika.
Menurut hasil sebuah penelitian sejahrawan asal Australia Utara yang bernama Peter G. Spillet M, bahwa salah satu fakta yang tidak akan terbantahkan bahwa orang Sulawesi selatan ada;ah orang pertama yang mendarat di Australia pada tahun 1642.
Upaya untuk penelusuran fakta sejarah tersebut telah dilakukan oleh Peter yang kemudian oleh orang-orang dijuluki Daeng Makulle dengan sangat berhati-hati melalui jejak buku-buku sejarah yang berupa hubungan orang Makassar dengan Aborigin. Orang Makassar telah tiba disanan dengan menggunakan sebuah transportasi yaitu perahu.
Teknologi dan Peralatan Hidup
Peralatan hidup itu dapat disebut dengan hasil manusia dalam menciptakan sesuatu. Dengan bahasa yang mudah difahami yaitu hasil ciptaan yang berupa peralatan fisik disebut dengan teknologi serta proses penciptaannya dikatakan ilmu pengetahuan di dalam bidang teknik.
Sejak zaman dahulu, suku bugis sendiri terkenal dengan pelaut yang ulung. Mereka sangat piawai sekali dalam mengarungi lautan bahkan samudra luas hingga ke bagian kawasan di Nusantara hanya dengan perahu Pinisi.
1. Perahu Pinisi
Perahu Pinisi adalah sebuah alat transportasi laut tradisional oleh masyarakat bugis yang sudah sangat terkenal sejak berabad-abad yang lalu. Menurut sebuah cerita di dalam naskah lontarak I Babad La Lagaligo, alat transportasi ini sudah ada sekitar abad ke 14M.
Menurut naskah tersebut dapat kita simpulkan bahwa perahu pinisi pertama kalinya dibuat oleh Sawerigading, Putra Mahkota Kerajaan Luwu. Bahan untuk membuat perahu ini diambil dari pohon welengreng yang terkenal sangat kokoh dan tidak mudah sekali untuk rapuh.
Namun sebelum pohon tersebut ditebang terlebih dahulu dilakukan upacara adat untuk memindahkan penunngunya untuk pindah ke pohon lainnya. Sawerigading membuat pohon tersebut untuk dapat berlayar munuju negeri Tiongkok untuk hendak meminang putri tiongkok yang bernama We Cudai.
2. Sepeda dan bendi
sepeda maupun dokar merupakan koleksi perangkat pertanian tradisional dari suku bugis adalah sebuah bukti sejarah peradaban bahwa sejak jaman dahulu bangsa Indonesia khusunya yaitu masyarakat Sulawesi selatan telah mengenal alat tersebut untuk masyarakat yang ingin bercocok tanam.
Mereka telah menggantungakan hidupnya pada sebuah sektor pertanian tarutama tanaman padi sebagai bahan makanan pokok mereka.
3. Koreksi Peralatan Menempa Besi dan HasilnyaKoreksi Peralatan Menempa Besi dan Hasilnya
Jika anda ingin sekali untuk mengenali lebih jauh tentang sisi lain dari kehidupan masa lampau dari masyarakat Sulawesi selatan, maka anda akan dapat mengkajinya melalui beberapa koleksi tradisional yang menempa besi, untuk hasil tempaan yaitu berupa berbagai jenis senjata tajam, baik itu untuk penggunaan sehari-hari atau untuk perlengkapan upacara adat saja.
4. Koleksi Peralatan Tenun Tradisional
Bisa kita lihat dari beberapa koleksi peralatan tenun tradisional ini, dapat kalian ketahui bahwa budaya menenun di Sulawesi selatan dapat diperikirakan berawal dari jaman prasejarah yaitu telah ditemukan berbagai jenis benda peninggalan kebudayaannya.
Dibeberapa daerah seperti halnya leang-leang kabupaten Maros yang telah diperkirakan sebagai pendukung dari pembuat pakaian dari kulit kayu dan juga serat-serat dari tumbuh-tumbuhan.
Ketidak pengetahuan manusia pada saat zaman itu mulai berkembang, mereka telah menemukan cara yang lebih baik yaitu alat pemintal tenun dengan bahan baku dari benang kapas. Dari sinilah mulai tercipta berbagai jenis corak dari kain sarung serta pakaian tradisional.
Rumah Adat Suku Bugis
Rumah suku bugis mempunyai beberapa keunikan tersendiri, jika dibandingkan dengan rumah punggung dari suku lain misalnya suku sumatera dan suku kalimantan.
Bentuk dari rumah adat suku bugis ini umumnya memanjang ke belakang dengan tambahan disamping bagunan utama dan bagian depannya orang bugis biasa menyebutnya dengan lego.
Berikut ini adalah bagian-bagian dari rumah bugis ini adalah sebagai berikut:
Rakkeang yaitu bagian diatas langit-langit atau eternik. Pada dahulu biasanya digunakan untuk menyimpan padi yang baru saja mereka panen.
Ale Bola yaitu bagian dari tengah rumah yang dimana kita tinggal. Pada ale bola ini sendiri, ada sebuah titik sentral yang bernama pusat rumah atau posi’ bola.
Awa bola yaitu bagian di bawah rumah, antara lantai rumah dengan tanah, yang dapat menarik dari rumah bugis ini adalah bahwa rumah adat ini dapat berdiri bahkan tanpa perlu satu paku pun. Semuanya murni menggunakan kayu dan uniknya lagi yaitu rumah adat ini dapat diagkat atau dipindahkan.
Dalam budaya dari suku bugis terdapat tiga macam yang dapat memberikan sebuah gambaran tentang budaya orang bugis tersebut, yakni gambaran tentang konsep ide, simbolisme dan siri na pesse dimana pakaian yang digunakan adalah sarung sutra.
1. Konsep Ade
Ade yang dimana dalam bahasa Indonesia artinya adat istiadat. Untuk masyarakat suku bugis sendiri, ada empat jenis adat yaitu:
Ade Maraja, adalah adat yang digunakan dikalangan raja atau para pemimpin.
Ade Maraja adalah adat yang sudah digunakan sejak lama di masyarakat secara turun temurun.
Ade Assamaturukeng adalah sebuah peraturan yang ditentukan melalui sebuah kesepakatan.
Ade Abiasang adalah adat yang digunakan dari dulu sampai sekarang dan belum diterapkan dalam masyarakat.
Menurut lontara orang bugis, terdapat sebuah lima prinsip dasar dari ade itu sendiri yaitu ade, bicara, rapang, wari, dan sara. Konsep ini biasa dikenal dengan pangngadereng. Ade adalah manifestasi sikap yang sangat fleksibel terhadap berbagai macam peraturan yang ada di masyarakat.
Rapang sendiri lebih merujuk pada model tingkah laku yang baik dan hendaknya dapat diikuti oleh masyarakat. Sedangkan untuk wari yaitu sebuah peraturan tentang keturunan dan hirarki masyarakat sara yaitu aturan hukum Islam. Siri sendiri dapat memberikan prinsip yang tegas bagi tingkah laku orang bugis.
Namun pada saat ini adat istiadat tersebut sudah tidak akan dilakukan lagi dikarenakan pengaruh dari budaya Islam yang masuk sejah tahun 1600-an.
2. Konsep Siri’
Makna dari kata “siri” yang terdapat di masyarakat suku bugis begitu berarti sehingga ada sebuah pepatah bugis yang telah mengatakan “Siri Paranreng, Nyawa Pa Lao” yang maksudnya yaitu : Apabila harga diri sudah terkoyak, maka nyawa lah bayarannya.
Begitu tinggi arti dari siri ini sehingga masyarakat bugis, kehilangan harga diri seseorang hanya dapat dikembalikan dengan bayaran nyawa oleh si pihak lawan bahkan yang bersangkutan sekalipun.
Siri’ Na Pacce secara lafdzhiyah Siri’ artinya : harga diri, sedangkan pada Pacce atau dalam bahasa bugis disebut dnegan Pesse yang berarti : keras, kokoh pendirian. Jadi pengertian dari pecce itu sendiri adalah semacam kecerdasan emosional untuk turut merasakan sebuah kepedihan atau kesusahan individu lain dalam sebuah komunitas (solidaritas dan empati).
Kata siri’ dalam bahasa Makassar atau Bugis yaitu memiliki makna “malu”. Sedangkan Pecce dapat berarti “tidak tega” atau “kasihan” atau “iba”. Strukur siri’ dalam budaya Bugis atau Makassar memiliki empat kategori. Berikut ini adalah penjelasannya:
a. Siri’ Ripakasiri’ yaitu yang berhubungan dengan harga diri pribadi masing-masing, serta harga diri maupun harkat dan martabat dari keluarga. Siri’ jenis ini merupakan sesuatu yang tabu dan pantang untuk dilanggar karena taruhannya yaitu nyawa.
b. Siri Mappakasiri’siri, siri’ jenis ini yaitu jenis siri yang berhubungan dengan etos kerja. Didalam falsafah suku bugis telah disebutkan “Narekko degage siri’mu, inrengko siri’”. Yang dimana artinya adalah kalau anda tidak punya malu maka pinjamlah kepada orang yang masih mempunyai rasa malu. Begitu pula sebaliknya yaitu, “Narekko engka siri’mu, aja’ mumapakasiri’-siro’. Maksudnya yaitu kalau anda memiliki sifat malu maka jangan pula membuat malu atau malu-maluin.
c. Siri’ Tappela’ Siri, maksudnya yaitu rasa malu dari seseorang itu akan hilang “terusik” karena sesuatu hal. Contohnya yaitu ketika orang mempunyai utang dan telah berjanji untuk membayarnya maka mau tidak mau si pihak yang berhutang harus dapat membayarnya sesuai waktu yang telah di tentukan.
d. Siri’ Mate Siri’ yaitu siri’ yang berhubungan dengan iman. Dalam pandangan orang bugis atau Makassar orang yang mate siri’nya ialah orang yang di dalam dirinya sudah tidak ada rasa malu sedikit pun. Orang seperti itu disebut dengan bangkai hidup yang masih hidup.
Untuk dapat melengkapi keempat struktur dari siri’ tersebut maka Pacce atau Pesse dapat menduduki satu tempat sehingga dapat membentuk suatu wilayah yang telah dikenal dengan sebutan Siri’ Na Pacce.
Sistem Mata Pencaharian Suku Bugis
Karena wilayah suku bugis terletak di sebuah dataran rendah dan pesisir pulau Sulawesi bagian selatan. Dimana di dalam dataran ini memiliki tanah yang cukup subur, sehingga banyak sekali masyarakat dari suku bugis yang hidup sebagai petani.
Meskipun dari mereka memiliki tanah yang subur dan cocok untuk dapat bercocok tanam, namun ada juga sebagian besar dari masyarakat bermata pencahariannya adalah sebagai seorang pelaut.
Suku bugis sendiri untuk mencari kehidupan dan mempertahankan hidup dari laut. Tidak sedikit dari mereka merantau sampai keseluruh negeri dengan menggunakan perahu pinisi-nya.
Suku bugis memang sudah terkenal dengan suku yang hidupnya yaitu merantau. Beberapa dari mereka lebih suka untuk berkeliaran berdagang dan mencoba untuk dapat melangsungkan hidup di tanah orang lain. Hal ini juga dapat disebabkan oleh factor sejarah dari orang bugis sendiri di masa lalu.
Kebudayaan Suku Bugis
Perkawinan adalah hal yang sangat sakral dimana laki-laki serta perempuan saling terikat oleh satu janji dalam membangun rumah tangganya masing-masing.
Masyarakat suku bugis telah memandang bahwa perkawinan sebagai salah satu hal yang sangat penting sehingga dapat membuat sebuah kriteria yang dianggap sebagai perkawinan yang ideal.
Pembagian Perkawinan Suku Bugis
Sama halnya dengan seorang masyarakat suku jawa yang telah memandang bobot, bibit, dan bebet sebelum melangsungkan sebuah perkawinan. Tidak khayal jika dari masyarakat suku bugis ini juga mempunyai kriteria tertentu dalam sebuah perkawinan diantara mereka.
Berikut ini adalah pembagian dari perkawinan ideal menurut suku bugis tersebut:
1. Assialang Marola
Dalam bahasa Makassar, istilah tersebut adalah Passialeng baji’na. Bentuk dari perkawinan ini dapat dikatakan dengan bentuk ideal yang utama. Karena perkawinan oleh masyarakat suku bugis yang telah dilaksanakan antara saudara sepupu sederajat ke satu baik itu dari pihak ayah maupun pihak ibu.
2. Assialana Memang
Orang suku bugis menyebutnya dengan Passialleana. Seperti seperti dengan Assialang Marola, perkawinan jenis ini dapat melibatkan saudara sepupu namun pada sederajat dari kedua baik itu dari pihak ayah maupun pihak ibu.
3. Ripanddepe’ Mabelae
Perkawinan ideal yang satu ini pada umumnya yaitu antara saudara sepupu sederajat ketiga baik itu dari pihak ayah maupun dari pihak ibu. Oleh masyarakat dari suku bugis, umumnya mereka menamakan nipakambani bellaya. Sebagai bentuk ideal yang terakhir, ternyata jenis perkawinan ini mempunyai arti yaitu untuk merekatkan kembali kekerabatan yang agak jauh.
Perlu untuk kalian ketahui meskipun masyarakat dari suku bugis sedemikian rupa telah menciptakan sebuah konsep perkawinan yang ideal, hal ini bukanlah suatu kewajiban untuk kalian ikuti. Sehingga banyak sekali yang telah melaksanakan perkawinan tanpa mengacu sebuah konsep diatas.
Kegiatan Sebelum Perkawinan
Seperti kebanyakan masyarakat pada umumnya, suku bugis juga mempunyai kegiatan sebelum mereka melangsungkan perkawinan. Hal ini untuk setiap kegiatan tentunya mempunyai makna dan tujuan masing-masing. Berikut ini adalah kegiatan masyarakat suku bugis sebelum acara perkawinan:
1. Mappuce-puce
Kegiatan ini pada umumnya dinamakan dengan pemingan. Seperti kegiatan pada umumnya, dimana dari keluarga pihak laki-laki untuk mengadakan sebuah kunjungan ke rumah pihak perempuan. Hal ini untuk dapat mengenal lebih jauh mempelai perempuan serta keluarganya tersebut.
2. Massuro
Dimana dalam kegiatan ini pihak laki-laki yang akan datang ke rumah perempaun untuk membicarakan lebih lanjut tentang waktu pernikahan kedua mempelai dan pemberian uang panaik.
Untuk perempuan dengan status pendidikan tinggi tentunya jumlah uang painaknya akan berbeda dengan seorang perempuan yang pendidikannya rendah. Begitu pula dengan sebuah gelar bangsawan yang dimiliki oleh perempuan. Uang panaik ini akan berbeda dengan maharnya.
3. Maduppa
Disebut juga menyebar undangan pernikahan pada tamu yang akan mereka undang. Hal ini menunjukkan orang yang akan hadir dipernikahan mereka. Disinilah kepala adat akan mendapatkan sebuah kedudukan yang istimewa sebagai seorang tamu undangan.
Bahasa Suku Bugis
Bahasa bugis merupakan bahasa yang telah digunakan oleh etnik Bugis Sulawesi selatan yang telah tersebar di kabupaten sebagian dari kabupaten Maros, kabupaten pangkep, kabupaten barru, kota pare-pare, kabupaten pinrang, kabupaten enrekang, kabupaten majene, kabupaten luwu, kabupaten sidenrengrappang, dan yang lainnya. Masyrakat suku bugis mempunyai penulisan tradisional menggunakan aksara lontari.
Pada umumnya, suku bugis ini mayoritas beragama Islam dari segi aspek budayanya. Etnik bugis memiliki bahasa tersendiri yang dikenal dnegan bahasa bugis atau bahassa ugi. Konsonan yang ada didalam ugi dikenal dengan Lontara yang berdasarkan pada tulisan brahmi.
Masyrakat bugis mengucapkan bahasa ugi dan mempunyai kesusasteraan tertulis sejak berabad-abad yang lalu dalam bentuk lontar. Huruf yang digunakan yaitu aksara lontara, sebuah system huruf yang berasal ari sanskerta.
Seperti halnya dengan wujud-wujud dari kebudayaan yang lainnya. Penciptaan dari tulisan pun dapat diciptakan karena adanya sebuah keputusan manusia untuk dapat mengabdikan hasil-hasil dari pemikiran mereka sendiri.
Menurut Coulmas, pada awalnya tulisan ini diciptakan untuk mencatat firman-firman tuhan, akan tetapi tulisan itu disakralkan dan dirahasiakan.
Namun dalam sebuah perjalanan waktu pun telah mengalami sebuah perkembangan kehidupan yang telah dihadapi oleh manusia. Seperti yang telah dikatakan oleh Coulmas yaitu a kin gof social problem solving,and any writing sytem as the comman solution of a number af related problem.
Kesenian Suku Bugis
Setiap daerah atau wilayah pastinya mempunyai sebuah kesenian masing-masing. Berikut ini adalah kesenian yang ada di suku bugis lengkap dengan penjelasannya :
1. Tari Paduppa Bosara
Tari paduna bosara ialah sebuah tarian yang dapat menggambarkan bahwa orang bugis akan kedatangan seorang tamu. Orang bugis jika akan kedatangan seorang tamu senantiasa menghidangkan bosara sebagai salah satu tanda kehormatan.
2. Tari Pakarena
Tari pakarena adalah sebuah tarian khas dari Sulawesi selatan, untuk nama pakarena sendiri diambil dari bahasa suku setempat karena artinya yaitu permainan atau main. Tarian ini awal mulanya dipertunjukan di istana kerajaan, namun di dalam perkembangannya tari ini lebih memasyarakat di kalangan rakyat setempat.
Tari pakarena dapat memberikan kesan kelembutan. Hal tersebut dapat mencermintakan sebuah watak dari perempuan yang lembut, sopan, setia, patuh, dah hormat pada seorang suami.
Sepanjang pertunjukan dari tari ini selalu diiringi dengan gerakan yang lembut oleh para penarinya sehingga dapat menyulitkan bagi masyarakat awam untuk dapat mengadakan babak pada tarian ini.
3. Tari Ma’badong
Tari ma’badong sebuah tari yang hanya akan diadakan pada saat upacara kematian saja. Para penari akan membuat lingkaran dengan mengaitkan jari-jari kelingkingnya, penarinya bisa laki-laki maupun perempuan.
Merekan baiasanya akan berpakaian serba hitam, namun terkadang pula menggunakan pakaian bebas karena tarian ini sifatnya umum.
4. Tarian pa’gellu
Tarian ini adalah salah satu tarian dari tana toraja yang akan di pentaskan pada sebuah acara pesta tambu tuka, tarian ini akan ditampilkan untuk dapat menyambut patriot atau pahlawan yang telah kembali dari peperangan dengan membawa suatu kegembiraan.
5. Tari Mabbissu
Tarian ini adalah sebuah tarian yang biasanya akan dipertunjukkan ketika upacara adat. Para penarinya yaitu orang yang kebal yang mempertontonkan kesaktian mereka dalam bentuk tarian komunitas dan dapat kita jumpai didaerah pengkep sigeri Sulawesi selatan.
6. Tari Kipas
Tari kipas adalah tarian yang dapat mempertunjukan kemahiran para gadis dalam memainkan kipas dengan alunan lagu.
7. Gandrang Bulo
Merupakan sebuah tari yang mempertunjukan musik dengan adanya perpaduan tari dan tutur kata. Nama dari gandrang bulo sendiri dapat diambil dengan perpaduan dua suku kata yaitu gendang dan bulo, jika di gabungkan menjadi gendang dari bambu.
Gandrang bulo sendiri adalah seni pertunjukan yang mengungkapkan kritik dan dikemas dalam bentuk lelucon atau banyolan.
Pakaian Adat Suku Bugis
Masyrakat dari suku bugis mempunyai baju adat yang dinamakan dengan baju bodo (pendek). Pada awalnya baju ini dibuat dengan lengan pendek tanpa menggunakan dalaman. Seiring dengan adanya perkembangan jaman baju ini akan dibuat menutupi aurat karena adanya pengaruh dari kebudayaan orang islam.
Baju bojo ini sendiri dapat dipadukan dengan dalaman yang memiliki warna sama namun lebih terang. Selain itu pula, untuk bawahan yaitu berupa sarung sutera dengan berwarna senada.
Adat Istiadat Suku Bugis
Adat istiadat yang biasa dilakukan yaitu dengan menggelar upacara adat mappadendang atau pesta panen bagi adat suku bugis.
Upacara jenis ini selain bentuk syukur atas keberhasilan dalam menanam padi juga mempunyai nilai yang magis.
Untuk upacara ini juga disebut dengan pensucian gabah, artinya yaitu untuk membersihkan dan mensucikan dari batang dan daunnya yang selanjutnya langsung dijemur dibawah terik matahari.
Upacara ini dapat dilakukan dengan menumbuhkan alu ke lesung silih berganti yang dimana akan dilakukan oleh 6 perempuan dan 3 laki-laki dengan manggunakan baju bodo.
Itulah sedikit artikel tentang kebudayaan yang dimiliki oleh suku bugis yang tidak hanya dilakukan secara turun temurun. Lebih dari itu mempunyai sebuah nilai magis dan akan memperkaya khasanah budaya dengan nilai-nilai yang ada didalamnya agar tetap menjaga kesatun.