Senjata Tradisional Bangka Belitung – Provinsi di Indonesia yang telah terdiri dari dua pulau utama yakni Pulau Bangka dan juga Pulau Belitung dan juga ratusan pulau kecil, total pulau yang sudah bernama berjumlah 470 buah dan juga yang berpenghuni hanya 50 pulau.
Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini sendiri adalah salah satu provinsi dari hasil ekspansi wilayah daerah Sumatera Selatan. Provinsi ini dibentuk bersama dengan Provinsi Banten dan juga Gorontalo yaitu pada tahun 2000.
Beragam adat dan juga kebudayaan dari Kepulauan Bangka Belitung, diantaranya ada yang sudah kita kenal, misalnya lagu daerah, alat musik dan juga tari tradisional Bangka Belitung.
Dan pada kesempatan kali ini kami akan mengulas tentang senjata tradisional yang berasal dari daerah Bangka Belitung, walaupun mungkin, dari kalian telah menemui juga di daerah lain di Indonesia, tetepi senjata dari Bangka Belitung ini mempunyai ciri khas tersendiri sampai membuatnya unik.
Table of Contents
Nama Alat Senjata Tradisional Bangka Belitung
Senjata tradisional sudah menjadi salah satu adat bagi masing-masing daerah yang ada di Indonesia dan juga hanya ada di Indonesia yang memiliki beragam keanekaragaman budaya sebab memiliki arti yang sangat khusus.
Pesan yang sangat khusu dan simbol khusus ini sebagai tiap-tiap daerah yang ada di Indonesia, jika masyarakat Jawa Memiliki senjata tradisiional seperti kris, kujang dan masih banyak yang lainnya.
Sementara itu di daerah Bangka Belitung tersebut memiliki senjata khas yang bernama siwar, parang, kudik dan lainnya, berikut ini akan kami jelaskan secara detail:
Baca juga: Senjata Tradisional Indonesia
Senjata Tradisional Bangka Belitung Parang
Senjata Parang merupakan salah satu senjata tradisional Bangka Belitung yang mempunyai bentuk khas seperti layar kapal. Pada kegiatan sehari-hari masyarakat menggunakannnya sebagai alat untuk menebas semak belukar.
Parang ini terlihat seperti golok tetapi mempunyai perbedaan yang terletak pada ujungnya yang lebar dan juga cenderung berat. Berguna untuk memotong dan juga menebas sasarannya dengan cepat.
Selain itu bobot yang ada pada ujung parang ini berfungsi untuk meningkatkan kekuatan pada saat dikenakan. Ketika mengayunkannya mereka dapat memberikan tekanan pada penggunanya sehingga lebih mantap menancap dengan tajam.
Parang yang mempunyai panjang 40 cm ini juga dapat dikenakan untuk menebang pohon. Dalam keadaan mendesak, masyarakat Babel biasa memakai parang ini sebagai senjata perkelahian jarak pendek.
Sekarang bentuk dari parang di pasaran tidak seotentik mestinya. Di daerah Belitung parang jenis Badau ini dibuat khusus untuk orang-orang khusus juga. Orang-orang yang pada umumnya mempunyai kedudukan dan dihormati.
Dimanapun berada tempatnya senjata tradisional selalu dikaitkan dengan hal-hal yang berbau mistis. Begitupun dengan senjata tradisional Bangka Belitung ini. Senjata parang sudah layaknya keris yang telah mengandung unsur klenik.
Jika di daerah Belitung parang dikenal dengan jenis Badau. Namun jika di daerah Bangka parang dikenal dengan sebutan Parang Belitung. Sama halnya dengan parang Badau, senjata prang Belitung ini pun sudah dipercayai mempunyai nilai mistis.
Produksi dari parang di Belitung ini diungkap oleh W.S Stapel pada tahun 1938 di dalam bukunya yang berjudul Aanvullende Gegevens Geschiedenis Billiton. Beliau mengungkapkan bahwa hasil dagang utama dari pulau Belitung yaitu besi, perkakas besi, beras dan juga dammar.
Lebih kuat lagi ia juga mengungkapkan bahwa hubungan dagang antara Batavia dan juga Belitung bertahan cukup lama, yaitu selama 25 tahun.
Tercatat di dalam kurun waktu tersebut biasa mengirimkan tongkat bersama awak kapal berisi 10.000 muatan kapak dan juga parang.
Selama 25 tahun hubungan dagang tersebut ternyata terdapat lebih dari 7 bengkel pandai besi yang memproduksi parang di desa Badau. Keberadaan dari bengkel pandai besi inilah yang telah menjadi sejarah pengerjaan logam di daerah Bangka Belitung.
Pada tahun 2015 senjata tradisional Bangka Belitung parang dapat menginspirasi TNI AL untuk menamai Kapal Rudal Cepat (KRC-40), yakni KRI Parang-647.
Penamaan tersebut bertujuan untuk menghayati nilai-nilai nasionalisme para pahlawan yang telah berjuang melawan penjajah memakai senjata parang selain bambu runcing.
Awal Mula Senjata Parang Bangka
Sejak abad ke-17 sudah banyak sekali sebagian orang yang telah memproduksi parang ini.
Hal ini telah diuangkapkan oleh dosen sejarah Kolonial Unversital Amsterdam W.S Stapel dalam bukunya yakni Aanvellende Gegevens Geschiedenis Billiton pada tahun 1983.
Pada saat permulaan abad ke-17 sudah terjadi beberapa hubungan dagang antara Pulau Belitung dengan beberapa tempat yang sudah diduduki oleh Belanda, terutama pada daerah Batavia.
Hasil dari perdagangan yang sangat utama dari Pulau Belitung ini adalah besi, perkakas dari besi serta damar dan beras-beras kata Stapel di dalam bukunya.
Untuk dapat memperkuat pernyataan tersebut, kemudian staple menyematkan sejumlah kutipan yang sudah diambil dari beberapa buku register harian di daerah Batavia.
Kemudian diantaranya ialah tentang hubungan dagang antara Batavia dan juga Belitung dari tahun 1640-1665.
Sebelum lanjut membaca artikel yang lainnya ada juga dapat membaca tentang senjata tradisional Betawi.
Di dalam kurun waktu inilah, pulau Belitung atau belitong tercatat sudah pernah mengirimkan sebuah tongkat bersama 21 awak dan membawa 10.000 muatan yang berisi sebuah senjata tradisional berupa kapan dan juga parang.
Tongkat atau yang biasa dikenal dengan nama ponton ini adalah salah satu jenis kapal dengan lambung yang datar atau suatu kotak besar yang dapat mengapung.
Hal ini dipakai untuk mengangkut barang dan ditarik dengan kapal tunda atau dapat dipakai untuk mengakomodasikan pasang surut pada dermaga apung.
Berikutnya pada bulan Mei 1661 senjata tradisional ini dikirim kembali sebanyak 10.000 senjata kapak dan juga 50 pikul damar.
Kemudian pada bulan Mei juga pernah mengirimkan sebuah pahat sebanyak 1900, 100 senjata parang, 60 tikar dan juga 5 pil kuamar.
Berikutnya pada bulan November tahun 1665, ada seorang penduduk dari Pulau Belitung, membawa 2000 buah kapal Batavia.
Sedikitnya lebih dari tujuh bengkel yang sudah memproduksikan parang badau ini di Desa Badau Kecamatan Badau Kabupaten Belitung.
Akan tetapi, keberadaan dari mereka menjadi benang merah, sebagai sejarah pengerjaan logam di Pulau Belitung pada ratusan tahun silam.
Senjata parang badau ini sangat terkenal di dalam masyarakat Belitung dengan sebutan parang Belitung.
Oleh karena itu masyarakat disana percaya bahwa apabila memiliki parang ini terbilang menyimpan nilai-nilai mistis.
Senjata Panjang Bangka Belitung Siwar
Senjata tradisional Siwar ini mempunyai bentuk hampir sama dengan parang. Perbedaannya jika parang mempunyai ujung yang lebar maka siwar mempunyai ujung yang kecil dan juga meruncing. Ada 2 jenis siwar antara lain siwar panjang dan juga siwar pendek.
Siwar panjang ini umumnya dijadikan sebagai alat bela diri masyarakat Bangka Belitung. Ukurannya ringan dan pipih.
Cocok sekali untuk dipakai pertarungan jarak dekat dan cepat. Bentuk dari siwar ini hampir sama dengan senjata tradisional Kalimantan Barat yakni Mandu.
Siwar dibuat tidak secara sembarangan, ia sangat menyesuaikan dengan pemakainya. Dia yang mempunyai kasta sosial yang tinggi yang telah diyakini mampu untuk memakainya.
Keunikan lain dari senjata siwar ini yaitu mempunyai dua mata sisi yang tajam. Senjata jenis ini terkenak dipakai dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan penjajah.
Siwar pendek ini sama fungsinya yaitu dipakai untuk bertarung oleh pendekar jaman dahulu. Bentuknya adalah lebih pendek dan juga terdapat lengkungan pada bagian tengahnya untuk menyayat kulit, daging dan juga menusuk lawan.
Senjata ini seperti keris yang mempunyai ujung runcing. Siwar adalah senjata pamungkas pendekar Bangka Belitung saat ini.
Sama halnya dengan senjata tradisional parang, pada tahun 2015 TNI AL juga memakai senjata siwar ini dalam memberi nama Kapal Cepat Rudal (KCR-40) yaitu KRI Siwar-646.
Dengan harapan para prajurit KRI Siwar-646 dapat menyelesaikan permasalahan di laut dengan cepat, tajam dan tentunya baik, serta dapat menerapkan ketekunan, ketelitian dan kesabaran.
Baca juga: Senjata Tradisional Sulawesi Utara
Senjata Tradisional Kedik
Senjata tradisional Kedik dalam keseharian biasanya dipakai untuk membersihkan ilalang dan juga rumput kecil yang sulit untuk dijangkau.
Pemakainya yaitu seorang perempuan karena bobotnya yang tergolong ringan. Kedik ini mempunyai bentuk menyerupai bentuk arit. Senjata jenis ini sangat pasaran karena biasa ditemui di toko pertanian dan juga perkakas.
Senjata ini biasa dipakai untuk memangkas perdu pada kebun lada. Cara memakainya tidak jauh berbeda dengan arit. Pemakaiannya harus jongkok bergerak mundur atau menyimpang. Kemudian kedik diayunkan kedalam.
Beberapa jenis senjata tradisional memang mempunyai kemiripan bentuk, meskipun begitu tetap saja berbeda. Bentuk yang telah tercipta ini disesuaikan dengan keadaan geografi masyarakat sekitar, siapa saja pemakainya dan apa saja manfaatnya.
Bersyukur pada saat ini kebudayaan dari senjata tradisional Bangka Belitung masih tetap dilestarikan. Kalian dapat melihat koleksi ketiga dari senjata diatas yang berada di museum Tanjung Pandan yang terletak di Jalan Melati No. 41A, Kabupaten Belitung.
Museum yang dahulu bernama museum Geologi ini, didirikan oleh arkeolog Autria yang bernama Rudi Osberger pada tahun 1962.
Biaya masuk yang telah di tawarkan sangat murah, yaitu Rp.3000,- rupiah saja dan juga buka pada jam 8 pagi sampai jam 7 malam.
Membutuhkan waktu kurang lebih 10 menit dari pusat kota. Selain dapat melihat senjata tradisional Bangka Belitung. Kalian juga dapat melihat samurai tahun 1514 yang merupakan koleksi tertua dari museum tersebut.
Bentuk Senjata Tradisional Kedik
Senjata tradisional Kedik memiliki bentuk seperti senjata Parang atau Golok. Melainkan alat ini memiliki bilah yang melengkung atau bengkok.
Oleh karena itu sebagian tempat di daerah Bangka Belitung lebih mengetahui alat tersebut yang demikian dengan sebutan parang bingkok. Bingkok ini sendiri memiliki arti yaitu Bengkok.
Dilihat dari segi ukurannya, senajta ini tidak memiliki ukuran yang terlalu besar.
Senjat Kedik memilliki panjang sekitar 38 cm hingga 50 cm dan masa yang tidak terlalu berat, umumnya tidak lebih dari 2 kg.
Material Pembuatan Senjata Kedik
Bahan baku pembuatan senjata ini sendiri tidak terlalu susah dan juga sangat mudah untuk di peroleh. Karena pembuatan senjata ini sama seperti senjata tradisional lainnya yaitu Parang.
Hanya memerlukan besi sebagai bahan pembuatan mata pisaunya dan juga kayu sebagai hulunya.
Hanya saja besi yang digunakan seharusnya dibengkokan atau di bentuk sedikit melengkung pada komponen atasnya.
Senjata Tradisional Lengkong
Apabila dilihat mirip sekali dengan senjata sabut atau celurit dari Madura. Akan tetapi, perbedaanya adalah lekukan celurit maupun sabit pada bagian tengah nampak sangat cekung dan bersudut tumpul.
Pada bagian ujung dari celurit ini sangat tajam. Sebaliknya pada lengkong Bangka dapat kalian amati di atas. Lekukan pada bagian tengah yang bersudut lancip.
Senjata lengkong dipakai untuk pertempuran jarak dekat, sama halnya dengan celurit, sasaran utamanya yaitu menyabet badan musuh paling utama tangan dan juga kepala atau bagian kaki. Sehingga musuh tidak dapat bergerak untuk menggunakan senjata miliknya tersebut.
Tetapi sekarang ini, senjata lengkong bergeser fungsi menjadi perlengkapan pertanian untuk menebas ilalang maupun menyabet padi dan gulma tumbuhan liar.
Demikian sedikit penjelasan tentang senjata tradisional Bangka Belitung semoga dengan adanya artikel diatas dapat menambah wawasan kalian semuanya. Sekian dan terima kasih.