Suku Bangsa Bali

Suku Bali adalah salah satu dari sekian banyak suku bangsa yang ada di Indonesia yang telah memberikan keunikan tersendiri. Serta memberikan warna kebudayaan yang berbeda, sehingga menjadikan Pulau Bali banyak dikenal oleh seluruh masyarakat baik Indonesia maupun masyarakat Mancanegara.

Pada zaman dahulu, telah terdapat sebuah kerajaan yang telah mengusai seluruh wilayah di Pulau Bali dan mengembangkan ajaran kebudayaan agama Hindu. Dalam bahasa Bali, suku Bali biasa di sebut dengan Anak Bali, Wong Bali, atau Krama Bali yaitu sebuah etnis yang mendiami Pulau Bali.

Secara garis besarnya, masyarakat suku Bali telah mewariskan kebudayaannya secara turun menurun sehingga akan tetap terjaga sampai sekarang ini.

Asal Usul Suku Bali

Asal Usul Suku Bali di pulau dewata
sumber : nusabali.com

Berdasarkan asal usulnya, Suku Bali dapat terbagi menjadi dua yaitu Suku Bali Aga dan Suku Bali Majapahit.

1. Suku Bali Aga

Suku Bali Aga merupakan penduduk asli yang ada di pulau Bali, persebarannya di Nusantara selama zaman prasejarah.

Suku Bali Aga pada umumnya hidup di gunung dan memiliki dialek Bali.

Desa Trunyan dan Tenganan merupakan tempat Suku Bali Aga yang telah melestarikan nilai leluhur yang diwariskan.

Untuk Menjaga kelestarian budayanya tersebut, masyarakat Suku Bali Aga tidak diperbolehkan menikah dengan warga luar desa.

Apabila itu telah terjadi, orang tersebut harus pindah dari desa dan tidak memperoleh hak-hak dari keluarganya.

Penduduk asli dari suku Bali Aga ini telah bertempat tinggal di pegunungan karena masyarakatnya menutup diri dari pendatang yang mereka sebut dengan Bali Hindu, yaitu penduduk keturunan Majapahit.

Selain itu, masyarakatnya juga telah menganggap bahwa daerah di pegunungan ialah tempat suci karena daerah tersebut banyak sekali puri dan kuil yang dianggap suci oleh masyarakat Bali.

2. Suku Bali Majapahit

Suku Bali Majapahit yaitu sejumlah rakyat Majapahit yang telah mempunyai hidup di Bali setelah Majapahit runtuh pada abad ke- 15. Kerajaan majapahit yang telah menguasai Bali pada 1343 Masehi.

Bahasa yang digunakan oleh suku Bali Majapahit lebih mirip dengan bahasa Jawa. Suku ini berasal dari pendatang Jawa yang dimana sebagian besar tinggal di Pulau Bali khususnya berada di dataran rendah.

Masyarakat dari suku Bali ini berasal dari masyarakat Jawa pada kerajaan Majapahit dahulu. Mata pencaharian dari masyarakat suku ini yaitu dari sektor bercocok tanam. Suku ini juga menjadi salah satu pengaruh besar dari sejarah suku Bali.

Berikut ini adalah karateristik yang ada di dalam kepercayaan orang dari suku bali majapahit:

A. Mayoritas masyarakat Bali menganut kepercayaan Hindu

Suku Bali Hindu telah mempercayai adanya satu Tuhan dengan konsep Trimurti yang terdiri atas tiga wujud, yakni Brahmana (menciptakan), Wisnu (yang memelihara) dan Siwa (yang merusak).

B. Suku Bali juga memiliki tempat ibadah yang sangat sakral.

Tempat ibadah agama Hindu yaitu Pura yang mempunyai sifat berbedam antara lain Pura Besakih (umum untuk semua golongan), Pura Desa atau Kayangan Tiga (untuk kelompok sosial setempat) dan Sanggah (khusus untuk leluhur).

Adat Istiadat Suku Bali

Adat Istiadat yang terdapat Suku Bali
sumber : gurupendidikan.com

Berikut ini adalah istiadat dari suku bali yang dimana sampai sekarang masih ada tradisi dan masih di lestarikan tersebut:

1. Upacara Adat Ngaben

Upacara Adat Ngaben ini merupakan jenis upacara yang terletak di pinggir Danau Batur serta dikelilingi oleh tebing bukit, Desa Trunyan mempunyai banyak sekali keunikan sebagai sebuah desa kuna dan Bali Aga (Bali Asli). Konon di desa tersebut ada sebuah pohon Taru Menyan yang menebarkan bau sangat harum.

Bau harum tersebut dapat mendorong Ratu Gede Pancering Jagat untuk mendatangi sumber bau. Beliau telah bertemu dengan Ida Ratu Ayu Dalem Pingit di sekitar pohon-pohon hutan cemara Landung. Di sanalah kemudian mereka kawin atau menikah dan secara kebetulan disaksikan oleh penduduk desa hutan Landung yang sedang berburu.

Taru Menyan itulah yang telah berubah menjadi seorang dewi yang tidak lain yaitu seorang istri dari Ida Ratu Pancering Jagat.

Sebelum meresmikan pernikahan tersebut, Ratu Gede kemudian mengajak orang-orang desa Cemara Landung untuk mendirikan sebuah desa bernama Taru Menyan yang lama kelamaan nama desa tersebut berubah menjadi Trunyan.

Desa Truyan ini berada di Kecamatan Kintamani, Daerah Tingkat II Bangli. Ternyata tidak semua umat Hindu di Bali akan melangsungkan upacara ngaben untuk pembakaran jenazah.

Di desa Trunyan jenazah tidak dibakar, melainkan hanya akan diletakkan di tanah perkuburan. Trunyan merupakan salah satu desa kuna yang dianggap sebagai desa Bali Aga (Bali Asli). Trunyan mempunyai banyak sekali keunikan dan daya tariknya paling tinggi yaitu keunikan dalam memperlakukan jenazah dari warganya tersebut.

Desa Trunyan memiliki tiga jenis kuburan yang menurut tradisi dari desa Trunyan, ketiga jenis kuburan itu telah di klasifikasikan berdasarkan umur orang yang meninggal, keutuhan jenasah dan cara penguburan. Berikut ini ketiga jenis kubura tersebut:

1. Kuburan utama yaitu yang tekag dianggap paling suci dan paling baik yang disebut Setra Wayah. Jenazah yang akan dikuburkan pada kuburan suci ini hanyalah jenis jenazah yang dimana jasadnya masih utuh, tidak cacat, serta jenasah yang proses meninggalnya dianggap wajar ( bukan bunuh diri atau kecelakaan).

2. Kuburan yang kedua disebut dengan kuburan muda yang khusus akan diperuntukkan bagi bayi dan orang dewasa yang belum menikah. Namun tetap dengan syarat utama yaitu jenazah tersebut harus utuh dan tidak cacat.

3. Kuburan terakhir atau yang ketiga biasa disebut dengan kuburan Sentra Batas, khusus untuk jenasah yang cacat dan yang meninggal karena salah pati maupun ulah pati (meninggal secara tidak wajar misalnya kecelakaan, bunuh diri).

Dari ketiga jenis kuburan tersebut yang paling unik dan menarik yaitu kuburan utama atau kuburan suci (Setra Wayah). Kuburan ini berlokasi sekitar 400 meter di bagian utara desa dan dibatasi oleh tonjolan kaki tebing bukit.

Untuk membawa jenazah ke kuburan itu harus menggunakan sampan kecil khusus untuk jenasah yang disebut dengan Pedau. Meskipun disebut dengan dikubur, namun cara penguburannya itu sangat unik yaitu dikenal dengan istilah mepasah. Jenasah yang telah melalui upacara adat menurut tradisi setempat diletakkan begitu saja di atas lubang sedalam 20 cm.

Sebagian badannya dari bagian dada hingga ke atas akan dibiarkan terbuka tidak terkubur tanah. Jenazah tersebut hanya akan dibatasi dengan ancak saji yang telah terbuat dari sejenis bamboo yang membentuk seperti kerucut, yang digunakan untuk memagari jenazah tersebut.

Di dalam serta wayah ini terdapat 7 liang lahat yang akan terbagi menjadi 2 kelompok. Du liang lahat untuk penghulu desa yang dimana jenazahnya tanpa cacat atau normal akan diletakkan di bagian hulu dan masih ada lagi 5 liang lahat yang berjejer setelah kedua liang tadi yaitu untuk masyarakat biasa.

Jika semua dari liang lahat sudah penuh da nada lagi jenazah baru yang akan di kubur, jenazah yang lama akan di naikkan dari lubang dan kemudian jenaxah barulah yang akan menempati lubang tersebut.

Jenazah lama kemudian ditaruh begitu saja di pinggir lubang. Jadi jangan kaget ketika jika di setra wayah bersejarah tengkorak manusia yang tidak boleh lagi ditanam maupun dibuang.

Meski tidak akan dilakukan dengan cara upacara ngaben, upacara kematian pada tradisi di desa trunyan pada prinsipnya sama saja dengan makna serta tujuan dari upacara kematiang yang dilakukan oleh umat hindu yang ada di bali lainnya.

Upacara akan dapat dilangsungkan yaitu untuk membayar hutang jasa anak terhadap orang tuanya.

Hutang tersebut akan dibayarkan melalui dua tahap, tahap yang pertama yaitu dibayarkan dengan prilaku yang baik ketika orang tua masih hidup dan tahap yang kedua yaitu waktu orang tua meninggal dengan serangkaian prilaku ritual dalam bentuk upacara kematian.

2. Upacara Mekotek

Untuk upacara mekotek ini dapat dilaksanakan dengan tujuan untuk memohon keselamatan. Upacara ini juga di kenal dengan istilah upacara ngerebek.

Mekotek atau ngerebek ini merupakan warisan dari para leluhur, adat budaya, dan tradisi yang secara turun temurun yang terus dilaksanakan oleh umat Hindu di daerah bali.

Awal mulanya pelaksanaan upacara mekorek ini dapat diselenggarakan untuk menyambut armada perang yang akan melintas di Munggu yang akan berangkat ke medan laga, juga penyambutan pasukan pada saat mendaoatkan kemenangan perang blambang pada masa kerajaan hindu silam.

Pada dahulu upacara mekotek ini menggunakan tombak yang terbuat dari besi. Namun seiring dengan adanya perkembangan zaman dan untuk dapat menghindari peserta yang terluka maka sejak tahun 1948 tombak besi mulai diganti dengan tombak dari bahan kayu pullet. Kemudian tombak yang asli akan dilestarikan dan disimpan di dalam pura.

Mekotek sendiri dapat diambil dari kata tek-tek yang artinya yaitu bunyi kayu yang akan diadu satu sama lain sehingga dapat menimbulkan bunyi.

Perayaan dari upacara mekotek ini selalu dapat dilakukan oleh warga desa munggu, kecamatan mengwo, kabupaten badung bali, pada setiap hari raya kuningan.

Selain menjadi simbol kemenangan, mekotek juga untuk dapat menolak bala yang pernah menimpa desan pada puluhan tahun silam.

Pada zaman dahulu perayaan upacar mekotek ini dilarang oleh pemerintahan colonial belanda pada tahun 1915 karena takut terjadi sebuah pemberontakan.

Namun akibat dari larangan tersebut tidak boleh mengadakan upacara mekotek ini kemudian muncul sebuah wabah penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan banyak sekali memakan korban jiwa. Kemudian diadakan sebuah perundingan dan akhirnya upacara mekotek tersebut diizinkan kembali, sejak saat itu tidak pernah ada lagi sebuah bencana.

Upacara ini telah diikuti oleh sekitar 2000 penduduk munggu yang terdiri dari 15 banjar akan turun ke jalan dari umur 12 tahun hingga umur 60 tahun.

Mereka menggunakan pakaian adat madya dengan hanya menggunakan kancut dan udeng batik serta membawa selonjoran kayu 2 meter yang sudah dikuliti. Pada tengah hari seluruh peserta dapat berkumpul di pura dalem munggu yang memanjang.

Kemudian dilakukan acara upacara syukuran bahwa 6 bulan pertanian, perkebunan dan segala usaha dari penduduk berlangsung dengan baik, setelah serangkaian upacara tersebut berlangsung, keseluruhan peserta untuk dapat melakukan pawai menuju ke sumber air yang ada di bagian utara kampong.

Warga kelompok yang sudah terdiri dari 50 orang kemudian akan membuat bentuk segitiga dengan menggabungkan kayu-kayu tersebut sehingga membentuk kerucut kemudian mereka berputar, berjingkak dengan suara iringan gamelan.

Pada saat yang tepat pula seseorang yang dianggap mempunyai nyali sekaligus punya kaul akan mendaki puncak pyramid dan akan melakukan sebuah atraksi entah itu mengangkat tongkatnya atau berdiri dengan mengempalkan sebuah tangan.

Sambil berteriak laksana seorang panglima perang akan mengkomandoi prajuritnya untuk dapat menerjang musuh kemudian akan ditabrakkan dengan sebuah kelompok yang akan mendirikan tumpukan kayu yang lainnya.

Sesampai di sebuah sumber air, tameng suci, segala perangkat upacara yang telah dibawa dari pure dalem lalu diberi tinta air suci dan dibersihkan.

Kemudian mereka melakukan pawai kembali lagi ke pure dalem untuk menyimpan semua perangkat yang dibawa berkeliling tadi. Ini merupakan salah satu atraksi adat budaya yang menarik untuk anda saksikan ketika berkunjung ke pulau dewata bali.

3. Upacara Kajeng Kliwon

Upacara kajeng kliwon selaku akan diperingati setiap 15 hari sekali yakni pada saat pertemuan triwara kajeng dengan pancawara kliwon.

Kajeng kliwon sendiri termasuk ke dalam upacara dewa yadnya, dewa yadnya sendiri memiliki arti upacara korban suci atau persembahan yang tulus ikhlas kepada Sang Hyang Widhi Wasa atau kepada Tuhan Yang Maha Esa dan seluruh menifestasinya.

Umat Hindu di daerah Bali mempercayai kajeng kliwon adalah hari suci dan keramat yang harus di upacarainya. Setiap 210 hari pasti ada hari kajeng kliwon yang khusus dan biasa di sebut dengan Pemelastali atau Watugunung runtuh.

Kajeng kliwon adalah hari pemujaan terhadap sanghyang siwa yang telah diyakini pada hari itu sang hyang siwa melakukan semedi.

Pada hari kajeng kliwon seluruh umat hindu di daerah bali menghaturkan sesajen dan sebuah persembahan kepada sang hyang dhurga dewi, sedangkan di tanahm sesajen dan persembahan dihanturkan kepada sang bhuta bucari, sang kala bhucari dan juga sang durgha bucari.

Sesajen yang akan dipersembahkan ini hamper sama sengan upacara kliwon yang akan dilakukan pada hari kliwon biasa, hanya saja pada sesajeng kajeng kliwon ini dapat ditambahkan dengan nasi kepel lima warna, yakni merah, putih, hitam, kuning, dan coklat., serta beberapa bawang putih dan tuak atau arak berem.

Pada bagian atasnya, di ambang sebuah pintu gerbang harus dihaturkan canang burat wang dan canang yasa. Dengan adanya sesajen ini yang di persembahkan diharpkan rumah tangga dan anggota keluarga tetap mendapatkan keselamatan selain itu juga sebagai ungkapan rasa terima kasih atas apa yang sudah di berikan oleh Sang Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa.

Umat hindu di Bali selalu taat untuk mejalankan adat serta tradisi agar keseimbangan alam terus lestari.

4. Upacara Melasti

Pelaksanaan upacara melasti dapat dilakukan dalam tiga hari (tilem kesanga) sebelum hari raya nyepi, upacara melasti ini dapat juga di sebut dengan upacara melis atau mekilis.

Dimana pada saat hari itu umat hindu melakukan sembahyangan di tepi pantai dengan bertujuan untuk mensucikan diri dari segala perbuatan buruk pada masa lalu dan membuangnya kelaut, ini dapat dilakukan sebelum tapa brata penyepian.

Selain melakukan sembayang, melasti yaitu sebuah hari pembersihan dan penyucian aneka benda sakral yang ada di Pura.

Kemudian benda-benda tersebut di usung atau diarak mengelilingi desa, ini mempunyai tujuan untuk mensucikan desa, selanjutnya menuju samudra, laut, danau, sungan, atau mata air lainnya yang dianggap suci oleh masyarakat sekitar.

Upacara ini dapat dilaksanakan dengan cara melakukan sembahyangan bersama menghadap laut, seluruh peserta upacara menggunakan pakaian berwarna putih.

Setelah upacara melasti tersebut sudah dilaksankan, seluruh benda dan perlengkapan tersebut diusung ke Balai Agung Pura desa.

Sebelum acara ngrupuk dilakukan nyejer dan selamatan. Umat hindu yang ada di bali berharap mendapatkan kesucian dari lahir batin dan mendapatkan berkah dari sang hyang widhi atau Tuhan Yang Maha Esa untuk menghadapi kehidupan di masa yang akan datang tersebut.

Untuk menyambut datangnya hari raya nyepi, dalam pelaksanaan upacara melasti ini dapat dibagi berdasarkan wilayah, di ibu kota provinsi dapat dilakukan upacara tawur, di tingkat kabupaten dapat dilaksanakan upacara panca kelud, di tingkan kecamatan dilaksanakan upacara panca sanak.

Sedangkan pada sebuah tingkatan desa dapat dilaksanakan upacara panca sata, dan di tingkat banjar dilaksanakan upacara ekasata, sedangkan di masing-masing rumah tangga upacara dilaksanakan di natar merajan atau sanggah.

Arti dari upacara melastri yaitu suatu proses pembersihan diri manusia, alam, dan benda yang di anggap sakral oleh masyarakat sekitar untuk dapat suci kembali dengan cara melakukan sembahyang dan permohongan kepada sang hyang widhi atau Tuhan Yang Maha Esa.

Upacara jenis ini bertujuan untuk memohon kepada Ida sang hyang widhi wasa agar seluruh umat hindu dapat diberi kekuatan dalam melaksanakan rangkaian hari raya nyepi.

Pelaksanaan sebuah ritual dan seluruh perlengkapannya harus sudah kembali berada di bale agung selambat lambatnya menjelang sore.

Pelaksanaan upacara melasti ini dapat dilengkapi dengan berbagai sesajen sebagai simbolis Trimurti,3 dewa dalam Agama Hindu yaitu Dewa Wisnu, Dewa Siwa, Dan Dewa Brahma. Serta jumpana singgasana Dewa Brahma.

Dalam sebuah acara lontar sunarigama dan sang hyang aji swamandala ada empat macam yang akan dipesankan dalam upacara melasti tersebut, berikut ini adalah empat pesan tersebut:

1. Mengingatkan agar terus meningkatkan baktinya kepada Tuhan (ngiring perwatek dewata).

2. Peningkatan dari bakti itu dapat membangun kepedulian agar dengan aktif dapat melaksanakan pengentasan, penderitaan hidup bersama dalam masyarakat.

3. Membangun sebuah sikap hidup yang peduli dengan penderitaan hidup bersama itu harus dapat malakukan upaya untuk menguatkan diri dengan cara membersihkan kekotoran rohani diri sendiri.

4. Bersama-sama untuk menjaga kelestarian dari alam ini.

Itulah sedikit penjelasan tentang suku di bali semoga dengan adanya artikel diatas dapat menambah wawasan buat anda dan terutama buat saya pribadi.

Leave a Comment